Ucapan utk Pengunjung


Selasa, 08 Desember 2020

 Tugas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Berdasar Perpres No 16 Tahun 2018


Pejabat Pembuat Komitmen atau yang biasa disingkat PPK dalam dunia pengadaan barang dan jasa adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk pengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah (Pasal 1 angka 10 Perpres No.16 Tahun 2018). PPK dapat dijabat oleh pejabat struktural ataupun fungsional dengan tugas/kewenanngan dalam sebuah jabatan ASN.

Baca juga: Perbedaan Jabatan Struktural dan Fungsiona, Boleh Rangkap Jabatan?

Kegiatan pengadaan barang dan jasa yang berlandaskan pada kontrak/perjanjian, merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak pemahaman dan atau kemampuan mulai dari perencanaan pengadaan sampai selesainya pekerjaan yang terdiri dari tahapan perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan/pekerjaan dan pengendalian, penandatangan kontrak/perjanjian, dan melaporkan dan menyerahkan hasil pekerjaan. Sehingga PPK bertanggung jawab secara administrasi, teknis dan finansial terhadap pengadaan barang dan jasa.

Dengan demikian PPK mewakili SKPD-nya dalam membuat perikatan atau perjanjian dengan pihak lain, tanpa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berarti instansi tersebut tidak bisa melakukan perjanjian dengan pihak lain. Berhasil dan tidaknya proses suatu pengadaan barang dan jasa pada satu instansi tergantung pada Pejabat Pembuat Komitmen. Ini berarti bahwa tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen berkaitan erat dengan penggunaan anggaran negara atau pengelolaan keuangan, karena itu dalam pelaksanaannya menuntut suatu keahlian dan ketelitian serta tanggung jawab yang berbeda dengan tugas pokok seorang pegawai administrasi lainnya. Kesalahan dalam pelaksanaan tugas PPK akan berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada tuntutan ganti rugi atau tuntutan lainnya.

Di era lama, orang menganggap jabatan PPK merupakan "lahan basah", karena ‘memakmurkan’ orang yang menjabatnya. Sehingga banyak pejabat struktural kadang berlomba-lomba untuk menjadi PPK. Tetapi di era reformasi saat ini, jabatan PPK menjadi momok bagi birokrat. Alasannya tidak lain karena PPK sangat rentan dengan masalah hukum, terkait dengan pelaksanaan kontrak. Akan sangat lazim kita jumpai kasus tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Barang/Jasa, pastilah menyeret PPK dan penyedia barang/jasa. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari dokumen kontrak yang dibuat oleh PPK dan Penyedia.

Personil kegiatan pengadaan sendiri antara lain PA/KPA, PPK, Unit Layanan Pengadaan, Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan  dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah menjadi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebabkan adanya perubahan tugas Perjabat Pembuat Komitmen (PPK). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai pembahasan tugas pokok dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasar Perpres No. 16 Tahun 2018.

Tugas Pokok dan Wewenang PPK (Perpres 16/2018, Pasal 11)


PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas: 

  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  3. menetapkan rancangan kontrak;
  4. menetapkan HPS;
  5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  7. menetapkan tim pendukung;
  8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  11. mengendalikan Kontrak;
  12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
  13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
  14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  15. menilai kinerja Penyedia.

Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, meliputi:

  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
  2. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

Beberapa Catatan Kesimpulan Tugas PPK sebagai berikut;
  1. Menyusun Perencanaan pengadaan = menyusun spek, HPS dan rancangan kontrak
  2. Menetapkan tim pendukung seperti  tenaga administrasi, direksi lapangan, direksi teknis
  3. Menetapkan tim atau tenaga ahli yaitu tim atau orang yang kompeten melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA,  untuk Prepres 16/2018 serah terima dengan penyedia dilakukan oleh PPK ( bukan oleh PPHP lagi), maka PPK dapat melakukan sendiri, atau dibantu tim pendukung, tim atau tenaga ahli dan atau konsultan pengawas 
  4. Melaksanakan E-purchasing = PPK dapat langsung bertransaksi produk-produk katalaog. PPK bisa melakukan sendiri epurchasing. Sedangkan nilai s.d Rp 200jt  oleh pejabat pengadaan
  5. Menilai kinerja Penyedia yaitu menilai pelaksanaan kontrak oleh penyedia
  6. PPK  dapat dibantu oleh Pengelola pengadaan barang / jasa = dibantu oleh jabatan fungsional pengadaan barang/jasa
Catatan :

  1. PPK ditetapkan oleh PA (Pengguna Anggaran), Pasal 9 Ayat 1 huruf  g Perpres 16/2108 ;
  2. PPK memiliki kewenangan menandatangani kontrak sebagai pelimpahan kewenangan dari PA/KPA ;
  3. Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk, KPA dapat merangkap sebagai PPK ;
  4. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa ;
  5. Setelah Pekerjaan selesai 100%, PPK memeriksa, menerima Pekerjaan dan menandatangani Berita Acara Serah Terima.
  6. PPK menetapkan Pengenaan sanksi denda keterlambatan dalam Kontrak sebesar satu permil dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan ;
  7. PPK wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa paling lambat Desember 2023 ;
  8. PPK dapat mengusulkan Pengenaan Sanksi Daftar Hitam ;
  9. PPK dapat dibantu oleh Pengeolal Pengadaan. 

Tugas-tugas lain dari PPK selain tersebut di atas antara lain :

Mengusulkan kepada PA/KPA :
  1. Perubahan paket pekerjaan, dan/atau
  2. Perubahan jadwal kegiatan pengadaan
  3. Menetapkan tim pendukung
  4. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan
  5. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.
Sedangkan berdasarkan pasal 13 Perpres No. 54 Tahun 2010, PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani kontrak dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkn dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.


Syarat-syarat Menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)



Sebelumnya telah dijelaskan mengenai tugas pokok PPK atau dalam bahasa inggrisnya The commitment maker official, lalu sebenarnya apa sajakah syarat-syarat seseorang bisa menduduki jabatan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)? Berikut ini uraiannya.

Dalam Perpres 54 Tahun 2010 pasal 12 ayat 2, syarat menjadi PPK tersurat dengan tegas :
  1. memiliki integritas;
  2. memiliki disiplin tinggi;
  3. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
  4. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
  5. menandatangani Pakta Integritas;
  6. tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan
  7. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Kemudian dijelaskan lagi bahwa persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah:
  1. berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
  2. memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.

Lalu muncul pertanyaan, jika sudah menjabat sebagai pejabat eselon ingin menjadi PPK apakah harus memenuhi syarat di atas?. Oh tentu saja, syarat diatas merupakan syarat mutlak untuk menjadi PPK. Bahkan, PPK tidak harus dijabat oleh seseorang yang mempunyai eselon.


Tugas PPK pada Setiap Tahapan Pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa



Tahap Perencanaan Kontrak

Pada tahap awal sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan, sebagai seorang yang ditunjuk sebagai komandan pengadaan barang/jasa, PPK dapat mengundang UKPBJ/pejabat pengadaan dan tim teknis untuk mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam rangka mengkaji ulang kebijakan umum tersebut PPK bersama tim teknis maupun Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dapat mere-view hal-hal :

1. Apakah kajian ulang pemaketan pekerjaan sudah mengakomodir unsur-unsur prinsip pengadaan seperti dalam pasal 5 Perpres 54 tahun 2010 antara lain unsur effisiensi, effektifitas, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel serta mendorong persaingan sehat, meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.

2. Apakah kajian ulang biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan. Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran. Pengkajian ulang pemaketan pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.
3. Apakah kajian ulang paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan dan tidak menghalangi pengusaha kecil untuk ikut serta.
4. Apakah kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan Gambar, waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup dan output pekerjaan.
5. Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara :
    • Apabila PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan (RUP) maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
    • Apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA bersifat final.

    Berdasar kesepakatan PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi: kebijakan  umum, rencana penganggaran biaya dan Kerangka Acuan Kerja. Dan selanjutnya PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan (Perpres 54 tahun 2010, hal 177).

    Menetapkan Spesifikasi Teknis Barang/ Jasa

    Dalam Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.1. menyebutkan bahwa salah satu tugas PPK adalah menetapkan spesifikasi teknis barang/jasa. Penyusunan spesifikasi teknis merupakan hak PPK dan tugas ini adalah sangat riskan dan krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa dan tidak boleh mengarah pada merek/brand tertentu. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.

    Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa bila dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

    Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pikiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK. PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya. Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK (Khalid Mustafa).

    Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

    Tugas lainnya dari PPK adalah menyusun HPS. PPK menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan dan riwayat HPS harus didokumentasi oleh PPK secara baik.

    Untuk mengetahui lebih detail mengenai langkah dalam penyusunan HPS dan fungsi HPS sendiri bisa dibaca disini.

    Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) Perpres 70 tahun 2012 menyebutkan bahwa penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan meliputi :
    1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang dan jasa.
    2. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
    3. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan
    4. Daftar biasa/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal
    5. Biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya
    6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia
    7. Hasil perbandingan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain
    8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate)
    9. Norma index, dan/atau
    10. Informasi lain yang dapat dipertanggung jawabkan.
    Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus mark up dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Berikut ini postingan sebelumnya, mengenai Panduan Penyusunan HPS agar Tidak Terkena Kasus Mark-up dan Tidak Gagal Lelang. Memang dalam menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar.

    Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau aparat hukum lainnya, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara. Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.

    Memilih Jenis Kontrak yang akan Digunakan

    Tugas lain dari PPK adalah membuat rancangan kontrak sesuai dengan Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.3. Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia barang/jasa dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.

    Ada beberapa jenis kontrak dalam pengadaan barang/jasa yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Hal ini bertujuan agar PPK mampu memastikan kesesuaian antara jenis kontrak dengan jenis pekerjaan. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, dan kontrak tahun jamak. Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum kontrak (SSUK) dan syarat-syarat khusus kontrak (SSKK). Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

    Menerbitkan SPPBJ

    Unit Layanan Pengadaan/Panitia Lelang menyampaikan Berita Acara Hasil Pemeriksaan kepada PPK sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ). PPK menerbitkan SPPBJ dengan ketentuan tidak ada sanggahan dari peserta, maupun sanggahan banding.

    Walaupun ketentuan penerbitan SPPBJ telah dipersiapkan secara matang oleh ULP/panitia pengadaan, sebaiknya PPK meneliti ulang Berita Acara Hasil Pelelangan yang diserahkan oleh Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan mere-view Berita Acara Hasil Pemeriksaan diantaranya :
    1. Cek proses pelaksanaan pemilihan. Jika PPK melihat adanya kesalahan prosedur pemilihan yang dihasilkan oleh Unit Layanan Pengadaan /Panitia Pengadaan dengan data dan bukti, PPK berhak mengembalikannya kepada Unit Layanan Pengadaan.
    2. Cek Harga Penawaran dengan Total HPS. Nilai penawaran di bawah 80% dari HPS, atau di atas 80% dari HPS.
    3. Cek Kemampuan Personil. Jika PPK memandang personil tidak kompeten, PPK berhak meminta pengganti personil dengan tenaga yang dipersyaratkan.
    Jika proses pemilihan yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan sudah dianggap memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan terutama yang berkaitan dengan spesifikasi teknis, HPS dan kontrak, selanjutnya PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang. Penerbitan SPPBJ yang dikeluarkan oleh PPK berisikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan pembuatan kontrak antara lain :


    1. Besarnya Jaminan Pelaksanaan yang harus dibuat oleh penyedia jasa;
    • Nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;
    • Nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.
    2. Jaminan Pelaksanaan sudah harus diberikan oleh Penyedia Jasa kepada PPK paling lambat 14  hari sejak diterbitkannya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

    3. Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi atau pekerjaan selesai untuk pengadaan barang/jasa lainnya.

    Menandatangani Kontrak

    Setelah SPPBJ diterbitkan, PPK melakukan finalisasi terhadap rancangan kontrak, dan menandatangani kontrak pelaksanaan pekerjaan, apabila dananya cukup tersedia dalam dokumen anggaran, dengan ketentuan:

    1. Penandatangan kontrak dilakukan paling lambat 14 hari (empat belas) hari kerja setelah diterbitkan SPPBJ, dan setelah penyedia menyerahkan jaminan pelaksanaan dengan ketentuan :
    • Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100 % (seratus persen) nilai total HPS adalah sebesar 5 % (lima perseratus) dari nilai kontrak.
    • Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi atau di bawah 80% (delapan puluh perseratus) nilai HPS adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS, dan
    • Masa berlaku jaminan pelaksanaan sejak tanggal penandatangan kontrak sampai serah terima barang berdasarkan kontrak.
    2. Sebelum menandatangani kontrak PPK dan Penyedia Barang/Jasa berkewajiban untuk memeriksa konsep kontrak yang meliputi substansi, bahasa/redaksional, angka, huruf serta membubuhkan paraf pada lembar demi lembar dokumen kontrak.

    Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeriijk Wetboek) menyebutkan: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
    1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. Suatu pokok persoalan tertentu;
    4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
    PPK harus memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak sah. Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.

    Melaksanakan Kontrak

    Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak. Namun, terkadang karena kesibukan secara struktural, Pejabat Pembuat Komitmen hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya. Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya menyerahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas. Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan. Ini yang sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran. Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember. Bahkan sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.

    Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi. Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan. Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak. Namun, alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi ‘gelagapan’ dan kebingungan. PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan (rahmanmokoginta).

    Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Pengadaan Barang/ Jasa

    Melaporkan pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan asal bapak senang. PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan. Selain kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan.

    Yang harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.

    Peyerahan Hasil Pekerjaan

    Salah satu temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa fiktif. Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check, recheck and crosschek

    Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia. Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.

    Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi sesuai ketentuan. Dari keterangan tersebut di atas jelas, bahwa beberapa tugas pokok dan fungsi PPK, bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak.

    Sumber:
    • http://bdksemarang.kemenag.go.id/, PPK dalam Pengadaan Barang dan Jasa (Yeri Adriyanto)
    • Majalah Kredibel Edisi 02, PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak (Khalid Mustafa)
    • Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

    Pengertian HPS dan Cara Menyusunnya

    Sebelum melangkah lebih dalam mengenai manfaat atau alasan pentingnya menyusun HPS, kita flashback kembali mengenai pengertian Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Menurut Perpres No, 16 Tahun 2018, HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Yang namanya harga perkiraan, HPS tidak bisa digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara. Namun tentunya dalam penyusunan harga perkiraan tersebut harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang bisa dipertanggung-jawabkan.

    Mengapa harus berdasarkan data harga yang bisa dipertanggunjawabkan? Karena penetepan harga satuan dalam HPS oleh PPK adalah tahapan perencanaan pengadaan yang krusial. Apabila HPS ditetapkan lebih mahal dari harga wajar, hal tersebut akan menimbulkan potensi kerugian negara yang mana bisa saja menyeret PPK mendekam di balik jeruji besi. Namun, apabila ditetapkan lebih rendah atau sama dengan harga wajar, potensi terjadinya lelang gagal menjadi lebih tinggi karena tidak ada penyedia yang berminat. Tentunya dengan adanya gagal lelang, maka akan terjadi tender proyek yang molor dari Rencana Umum Pengadaan (RUP).

    Setiap pengadaan barang/jasa harus dibuatkan HPS kecuali pengadaan yang menggunakan bukti perikatan berupa bukti pembayaran yang mana Bendahara Pengeluaran dapat membayar tagihan setelah PPK menerbitkan Surat Perintah Bayar. Pengadaan Langsung yang dulunya bisa dilaksanakan tanpa HPS, sekarang dengan terbitnya Perpres PBJ terbaru harus menggunakan HPS kecuali untuk pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp. 10.0000.000,00. Sedangkan, HPS digunakan untuk pengadaan dengan tanda bukti perjanjian berupa kuitansi, SPK, dan surat perjanjian.


    Manfaat
    Penyusunan HPS memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
    • HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya.
    • HPS digunakan untuk pengadaan dengan bukti tanda perjanjian berupa kuitansi, SPK dan surat perjanjian
    • HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan.
    • HPS digunakan sebagai dasar untuk negosiasi harga dalam Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung.
    • HPS digunakan untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Penawaran (1-3% dari HPS). Contoh: nilai HPS suatu tender proyek pekerjaan misalkan sebesar Rp. 2.000.000.000,-, (dua milyar rupiah). Panitia pengadaan, menetapkan besaran jaminan penawaran adalah 2% dari HPS. Hal ini berarti rekanan harus menyampaikan jaminan penawaran senilai Rp. 40.000.000,- (berapapun harga penawaran yang disampaikan untuk pekerjaan tersebut).
    • HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% nilai total HPS. Contoh : nilai HPS suatu tender proyek pekerjaan misalkan sebesar Rp. 10.000.000.000,-. Penyedia barang/jasa menyampaikan penawaran harga (setelah terkoreksi) sebesar Rp. 7.000.000.000,- atau 70% dari HPS. Maka, jumlah jaminan pelaksanaan sebesar = 5% x HPS= 5% x Rp. 10.000.000.000,- = Rp. 500.000.000,-.
      Data Penyusun HPS
      HPS disusun dengan cara menghitung data-data yang bisa dipertanggungjawabkan. Data yang dipakai untuk menyusun HPS meliputi:
      1. Harga pasar setempat yang merupakan harga barang di lokasi barang diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang.
      2. Data/informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
      3. Data/informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
      4. Informasi daftar biaya/tarif barang yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal.
      5. Informasi biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya.
      6. PPK mempertimbangkan inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan, dan/atau kurs tengah Bank Indonesia.
      7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain.
      8. Norma indeks.
      9. Data atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
      Sedangkan untuk pemilihan Penyedia barang/jasa secara internasional, penyusunan HPS menggunakan informasi harga barang/jasa yang berlaku di luar negeri.

      Karena mempertimbangkan keakuratan data terkait dengan spesifikasi dan harga, maka penyusunan HPS harus memperhatikan jangka waktu penggunaan HPS dengan ketentuan sebagai berikut ini.
      1. Penyusunan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
      2. Penyusunan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
      Yang paling mendasar dalam penyusunan HPS adalah PPK harus memahami karakteristik barang/jasa yang diadakan dan kecenderungan harga. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan HPS adalah :
      1. HPS adalah perkiraan dan patokan semata;
      2. HPS telah memperhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
      3. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi Penyedia;
      4. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) Penyedia;
      5. nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia;
      6. riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik;
      7. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara;
      8. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam penyusunan HPS.
      Penetapan HPS harus di atas harga pasar = Mark up?
      Mengapa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menetapkan harga satuan di dalam HPS diatas harga pasar? Berdasarkan pasal 26 ayat 2 Perpres 16 tahun 2018, HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost). Hal ini untuk memastikan kewajaran harga satuan. Kewajaran yang dimaksud ini tanpa dibatasi nilai tertentu sehingga bagi PPK tentu secara aturan tidak salah jika menambah nilai keuntungan dengan prosentase atau nominal tertentu.

      Jika semata-mata untuk menambah nilai keuntungan bagi penyedia tentu ini alasan yang tidak tepat, tetapi harusnya penambahan nilai keuntungan lebih ditekankan untuk menambah minat penyedia barang/jasa untuk ikut serta dalam berkompetisi tender proyek pengadaan barang/jasa.

      Misalnya berdasarkan daftar harga yang terdapat pada ecommerce online blibli.com, harga printer  yang tertera untuk satu spesifikasi tertentu seharga Rp.800.000,-. Berdasarkan harga tersebut, apabila PPK yang bertugas pada satuan kerja berlokasi di jakarta, akan menyusun HPS untuk pengadaan 100 unit printer, berapa nilai HPS yang akan ditetapkan?
      Rumus untuk menyusun HPS adalah:
      • Harga satuan = analisa harga + keuntungan wajar
      • HPS sblm PPN = Harga satuan x volume
      • HPS = HPS sblm PPN + (HPS sblm PPN x 10%)
      Berdasarkan rumus penyusunan HPS tersebut, HPS harus memperhitungkan komponen keuntungan wajar. Berapa sih batasan keuntungan yang dianggap wajar itu? Tentunya PPK harus menetapkan dengan pertimbangan menghindari markup dan kurangnya minat penyedia untuk mengikuti tender pengadaan barang/jasa.

      Jika PPK menetapkan nilai keuntungan yang wajar adalah sebesar 5% dari harga yang dipublikasikan, berdasarkan contoh kasus diatas maka total HPS adalah sebagai berikut.

      Harga satuan = 800.000 + (5%x800.000)
      Harga satuan = 800.000 + 40.000
      Harga satuan = 840.000,-
      HPS sebelum PPN = 840.000 x 100 unit
      HPS = 84.000.000

      Dalam komponen HPS terdapat nilai uang sebesar Rp.40.000,- x 100 = 4.000.000,-  sebagai nilai keuntungan disediakan untuk calon penyedia barang/jasa. Darimana cara kita memandang nilai kewajaran, margin 5% atau total nilai tambahan keuntungan Rp.4.000.000,-.

      Dalam batasan ini apakah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersalah dalam menetapkah HPS? Penetapan HPS tersebut tidak salah, karena PPK juga harus mempertimbangkan minat dari calon penyedia barang/jasa untuk mengikuti proses pelelangan. Tentu dengan asumsi bahwa dalam proses pelelangan tidak terjadi adanya KKN antara para penyedia barang/jasa. Dengan kata lain terjadi persaingan yang sehat dan sempurna antar calon penyedia barang/jasa dalam mengajukan penawaran.

      Apabila harga ditetapkan terlalu rendah sehingga calon penyedia barang/jasa tidak berminat akan berdampak pada gagalnya tender proyek. Tentu hal ini berdampak pada bertambahnya alokasi waktu untuk PBJ.

      Selasa, 07 April 2015

      NCC NPC +++


      Bahan :
      1. Charles 3.9.3  window xp win32 : Download 
         Charles 3.9.3  window 7 win64: Download 
      2. Google Chrome Download

      Seting Charles
      1. Register Charles Licence key :


      Selasa, 31 Maret 2015

      NS_Easter_Event_2015


      Bahan :
      1. Fiddler2 : Download
      2. Net Freamwork : Download
      3. Mozilla, Google Chrome Download

      Alat
      File SWF : SWF



      Sabtu, 28 Maret 2015

      Cheat Ninja Saga Tutor Exam


      Bahan :
      1. Fiddler2 : Download
      2. Net Freamwork : Download
      3. Mozilla, Google Chrome Download

      Alat
      File SWF : SWF NS 
      Seting Timer : Foto Timer 
       


      Rabu, 12 Oktober 2011

      Solusi Bagi ID yg kena Hack

         1.Gunakanlah fitur lupa pass dan menjawab semua isi di
          dalamnya dengan benar dan lengkap.
          http://www.gemscool.com/forgot/index.php
          lihat balasan di folder spam atau inbox.

          2.Atau dengan cara lain sbb :
          Silahkan Anda lengkapi data-data berikut yang sudah
          didaftarkan untuk ID tersebut :
          - ID Gemscool
          - Nickname
          - Nama
          - Alamat lengkap
          - No Telp
          - No HP
          - Tanggal lahir
          - Email (yang didaftarkan pertama kali untuk ID ini)
          - Security Code / Question & Answer: